Saya pernah dibikin patah hati oleh cinta. Berkali-kali.Tidak terhitung berapa banyak waktu saya menghabiskan malam-malam panjang untuk mengadu pada Allah, bahwa saya takut. Saya takut langkah kaki saya semakin jauh saja dari Allah karena masih ada sudut hati saya yang belum terisi sempurna oleh kehadiran-Nya.
Tetapi saking baiknya Allah, Allah menyadarkan saya juga melalui cinta-Nya. Cinta yang selama ini saya abaikan.
Saya ingat betul waktu itu, saya tengah mengalami apa yang saya sebut puncak kegalauan. TA saya belum kelar-kelar juga di saat teman-teman saya sudah bebas tersenyum memakai toga, belum lagi kondisi psikis (lahir batin) yang gak karuan. Saya benar-benar jauh dari Allah sampai-sampai saya sudah menyerah dan bingung harus memulai dari mana untuk bisa kembali. Saya kerap menangis sembari mengiba pada Allah, mohon ditunjukan jalan mana yang harus saya tempuh. Langit saya gelap.
Ya Allah, saya nyerah. Tolong saya... Tolong saya, Ya Allah...
Seringkali di malam hari saya menangis hebat sebelum jatuh tertidur dan keesokan paginya mata jadi bengkak dan sipit seperti mata cina. Berbulan-bulan. Jatuh bangun. Dosa-dosa saya banyak banget, yang kalau coba dikalkulasikan gak akan bisa terhitung saking menumpuknya. Hanya karena kebaikan Allah-lah hingga detik ini aib-aib tersebut tidak terbuka di depan umum.
Alhamdulillah, Allah menjawab seluruh pertanyaan saya selama 24 tahun saya hidup dalam sebuah momen berharga yang akan selalu saya kenang sebagai hari baik. Apa yang saya cari, tujuan hidup saya, ketakutan-ketakutan saya hingga kemarahan yang terlanjur mengendap di dalam diri terhadap Bapak.
Tentang Bapak, air mata saya selalu mengucur deras setiap kali teringat beliau. Bukan sepenuhnya salah Bapak bila saya dan ketiga adik saya dibesarkan bukan dalam lingkungan yang cukup 'tenang' agar kelak kami bisa menjadi anak-anak yang hidupnya cukup bahagia. Bapak saya orang yang bertemperamen keras. Sejarah panjang kebencian saya pada Bapak membentang sepanjang hitungan usia saya. Selama itulah, saya semena-mena menggunakan sudut pandang saya melulu tanpa mau menoleh sejenak bagaimana rasanya bila saya berada di posisi Bapak.
Pemahaman dan pengertian itu hadir ketika saya akhirnya bisa sedikit demi sedikit menjejak langkah, mendekat kepada Allah. Saya berusaha untuk selalu memperbaharui suasana hati. Hasilnya, tarbiyah kembali berjalan, silaturahim yang sempat mampet, mengalir lagi. Adik-adik binaan yang dulu saya telantarkan akhirnya bisa saya kumpulkan kembali. Yang paling terpenting adalah, hubungan saya dengan kedua orangtua saya semakin hari semakin membaik. Insya Allah seterusnya. Saya mencintai Mama dan Bapak dan juga ketiga adik-adik saya yang terkadang masih suka ngeyel dan mbandel. Saya ingin menjadi anak dan kakak yang bisa memberi teladan yang baik bagi mereka. Itu salah satu tujuan hidup saya.
Allah membiarkan saya melewati proses yang sedemikian panjang dan melelahkan agar saya betul-betul mendapatkan pemahaman yang bulat tentang bagaimana saya mengenali diri saya sendiri sebab dengan itu, saya bisa mengenali dunia dan pencipta semesta. Saya belumlah sempurna membaik tetapi saya sangat percaya Allah akan terus membimbing dan menguatkan saya sepanjang saya masih istiqamah meretas jalan menuju pada-Nya.
.
Jangan menyerah terhadap musibah dan nikmat yang Allah berikan kepada kita karena sesungguhnya Allah hendak menguji seberapa kuatkah kita untuk menghadapi ujian selanjutnya.
Titik kulminasi itulah jalan pulang saya :)