Dear kamu yang
inisialnya masih dirahasiakan Allah,
Setelah berpikir dan
menimbang banyak hal saya akhirnya memutuskan menulis surat tanpa judul ini.
Kamu tahu sendiri kan, jika sudah menyangkut berbicara empat mata, saya selalu
gagal. Maka menulis adalah satu-satunya cara paling ampuh untuk berkomunikasi
dengan kamu dan siapa saja yang saya kenal.
Saya tidak mau memungkiri bahwa selepas wisuda
ada dua hal yang selalu merisaukan pikiran saya. Urusan pekerjaan dan menikah.
Menikah.
Iya, menikah.
Di awal usia puluh,
saya pernah berandai-andai ingin menikah pada usia duapuluh enam. Pun kepada
teman-teman, saya selalu menceritakan keinginan saya yang satu itu.
Beberapa bulan lagi,
tepatnya di penghujung November, saya genap berusia duapuluh enam. Dan saya
belum melakukan pencapaian apa-apa dalam banyak hal yang saya rencanakan.
Rasanya target menikah juga semakin jauh dalam angan saya. Entahlah, saya tidak
merasa harus terburu-buru. Di lain sisi, saya menentang keras ikatan pacaran. I’m single and I’m very happy. Soal
menikah, secara psikis dan emosional, saya belum siap. Begitu juga dalam urusan
finansial. Akan tetapi jika saya terus-menerus berpatokan pada dua hal
tersebut, maka saya akan sulit menikah. Sejujurnya, ada ketakutan besar dalam
diri saya. Anggaplah ini sebagai akumulusi ketakutan demi ketakutan yang tanpa
sengaja dikumpulkan sel-sel otak saya sejak kecil hingga menjelang dewasa,
dalam kumparan ingatan yang mengikuti saya ke mana pun kaki saya melangkah.
Jika saya menikah kelak, saya takut akan mengalami hal yang pernah dialami ibu saya. Saya tidak ingin anak-anak saya
mengalami apa yang saya pernah alami. Saya tidak ingin mereka tumbuh dalam
lingkungan yang membuat jiwa mereka kerdil dan kehilangan pegangan dan panutan.
Ah, belum apa-apa, saya sudah berpikir macam-macam. Dan beginilah saya. Si pemikir yang kadang suka ribet sendiri
dengan hasil pikirannya.
Menikah hanya sekali
sepanjang hayat.
Saya rasa, setiap
perempuan menginginkan hal ini. Tidak ada perempuan yang ingin gagal dalam
berumah tangga. Demikian pula saya.
Mungkin, tersebab
hal-hal tersebut sehingga saya begitu hati-hati menyebut satu kata ini;
menikah. Seringkali menjelang tidur, selepas shalat lima waktu, atau saat sendiri
di kamar, saya teringat dan seketika sekujur tubuh saya mendadak dingin, gugup
dan blank. Separah inikah traumatis
tumbuh dalam diri saya? Saya berangkat dari
keluarga yang nyaris hancur. Alhamdulillah Allah menyelamatkan kami. Tapi
bayangan-bayangan buruk yang terekam dengan sempurna oleh otak saya, tidak mau
hilang. Mengendap, menjadi racun yang mengerikan. Menumbuh suburkan
kekhawatiran demi kekhawatiran.
Jika kamu membaca surat
tanpa judul ini, saya hanya ingin kamu tahu saya tidak pernah menuntut kamu
menjadi sosok tanpa cela karena kita bukan malaikat. Bagi saya, terlepas dari
banyak tetek-bengek syarat-syarat soal sosok ideal seorang suami, nomor satu
adalah agama. Seorang imam yang bijaksana dan bertanggungjawab. Kepada siapa
anak-anak saya kelak belajar dasar-dasar akidah dan agamanya jika bukan kepada
kedua orangtuanya? Saya tidak menuntut seseorang yang hapal 30 juz, atau
hapalan hadis yang banyak, paling tidak shalat lima waktu yang konsisten. Seorang
laki-laki yang menyayangi ibunya, keluarga dan sosialnya baik. Dan saya benci
asap rokok hehe.
Kata ibu saya, saya ini
orangnya keras kepala—darah Bapak begitu kental mengaliri darah saya—semoga
kamu tidak keras kepala seperti saya.
Orang-orang bilang,
jodohmu adalah cerminan dirimu. Maka saya pun sedang berusaha memantaskan diri
agar jodoh yang ditakdirkan Allah untuk saya sesuai dengan potongan kalimat
ini, “perempuan-perempuan baik untuk
laki-laki yang baik pula”. Manalah masuk akal bila saya sebagai perempuan
menginginkan jodoh yang baik sedang saya sendiri tidak mengusahakan diri saya
menjadi pribadi yang pantas untuk dijadikan istri? Tidak tahu malu doooong
namanya. Sepertinya langkah saya masih terlampau jauh ya :D
Jikapun saya dan kamu
tidak berjodoh, saya berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga Allah memberimu
jodoh yang baik pula.
Sincerely, me.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^