Di kedai kopi petang itu..
Malam mengintai licik dalam nafas-nafas liar
Beringas dan kejam..
Di antara lelampu kotamu ramai
Ada heningmu disana
Koran-koran yang baru keluar dari oven
Menceritakan betapa bangganya kotamu
Surat kabar, televisi, radio-radio...
Ah...
Wangi benar segala fatamorgana busuk itu
Mengawang hingga jauh kepelosok
Berumbai-rumbai melilitkan mimpi-mimpi masyuk ke wajah para
Belia kampung
Menghirupkan aroma basi kebobrokan yang tersamarkan
Dalam limpahan kegemilangan masa biru
Di selingan hari yang biasa
Aku menekuk inginku kembali
Membiarkan segala kemarahan surut dalam kebimbangan
Adakah malaikat sunyi merubungi yang mati?
Membantuku yang terbakar ketakberdayaan.
Parauku tak berbalas...
Makin riuh saja kotamu..
Padahal masih basah liatmu
Belum pupus segala hujanku
Dalam genggamanku
Koran lecek kedukaanku
Seorang wanita pemulung mati diperkosa
Mayatnya dibuang kegenangan busuk...
Di kedai kopi petang itu..
Aku menangisi keangkuhan kotamu
Apakah karena kau celemongan
Hingga biasa saja dukamu?
Aku menggeleng, tak tahu
Lelampu kotamu penghianat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^