B U T A
Oleh : Nafilah Nurdin
Rahyan membanting pintu kamarnya dengan kesal. Air mukanya menunjukkan kalau ia sedang kesal. Yah! Tentu saja! Siapa yang tidak kesal di kejar-kejar bak selebritis papan atas (ceileh), dicari-cari hingga ke kelas segala, disms-in setiap hari, rutin pula! Pagi-sore, siang malam. Diundang ke kegiatan ini, acara itu oleh senior-senior berjilbab lebar di kampusnya... hadeuh. Emang tuh senior gak punya pekerjaan laen apa? Yang dikejar aja capek, masa` yang ngejar enggak? Suebel tingkat dewa ini mah namanya!
Tutiit tiit tiiiitttt...!
“Halo! Siapa nih?”
“Masya Allah Buk! Harus ya pake nada suara setinggi itu?”
“Sory Sya, lagi bad mood nih jadi gak sempet nyadar kalo kamu yang nelpon.” Rahyan secepat kilat menata intonasi suaranya setelah mendengar balasan suara penelpon. Syahnaz, teman satu jurusannya.
Di ujung telpon, Syahnaz mengeluarkan decakan yang entah apa maksudnya.
“Masih sebel gara-gara Kak Dinar dan kakak mentor yang lain, Yan? Ya ampun segitunya kah? Oh iya, tadi Kak Dinar nanyain kamu lho, kapan kamu mau ngikut mentoring lagi. Trus...”
Klik.
Rahyan mematikan sambungan telpon sepihak. Telinganya panas mendengar cerocosan Syahnaz. Penting ya memberitahunya tentang itu? Syahnaz tahu betul derajat kekesalannya terhadap Mentoring dan perangkat-perangkatnya, kenapa masih mengisi pendengarannya dengan hal-hal yang berbau itu?
Layar ponselnya berkedip menampakan nama Syahnaz tapi Rahyan terlanjur mengacuhkannya.
Masih sore, Rahyan memutuskan tidur sedini itu. Sepertinya kekesalannya akan sedikit reda bila ia tertidur. Bodo amat dengan mentoring dan Kak Dinar!
=oOo=
Kak Dinar!
Aduh. Rahyan bergegas menyusuri teras jurusannya mengambil rute berseberangan dengan Kak Dinar. Ia Berusaha menyelipkan diri di antara kerumunan teman-temannya. Ribet urusannya jika Kak Dinar menemukannya. Ia baru bisa bernapas lega ketika tiba di ruangan kuliah. Tak pelak, Syahnaz yang sudah hadir duluan mengerutkan kening demi dilihatnya wajah Rahyan yang memucat.
“Sakit Buk?”
“Gak.”
“Kok pucat gitu? Kayak abis ketemu setan kepala tujuh aja.”
“Emang iya. Setannya Kak Dinar.”
Syahnaz refleks mengetuk kepala Rahyan. Hush.
“Gak sopan ngomong gitu di belakang orang apalagi Kak Dinar kan lebih tua dari kita. Niat banget sih anti Kak Dinar.”
“Arrggh, udahan ya ngebahas Kak Dinar. Dosennya telat lagi ya?” Rahyan memotong kalimat Syahnaz. Memutar arah pembicaraan ke topik lain. Entah mengapa, nun jauh di dalam hatinya muncul perasaan asing tatkala teringat raut wajah Kak Dinar tadi. Benar, Kak Dinar melihatnya dan tersenyum padanya dari jarak jauh. Tapi bukan itu masalahanya. Hei, sebenarnya ia sedang melakukan apa? Menghindar? Iya. Mengapa? Karena ia tidak suka mengikuti kegiatan kerohanian, Mentoring. Itu alasannya. Lalu hubungannya dengan Kak Dinar? Karena Kak Dinar selaku mentornya. Itu saja? Iya.
Sebatas itu?
Iya.
Sederhana saja. Tapi mengapa hatinya agak kehilangan ketenangan kali ini? Wajah tersenyum Kak Dinar menyeberangi pelupuk matanya. Aisshh.
=oOo=
“Assalamu`alaikum, Yan.”
Tertangkap!
Rahyan meringis. Kali ini ia gagal menyabotase pertemuannya dengan Kak Dinar. Ia tidak bisa mengelak. Terlanjur bertemu langkah. Skakmat.
Wa`alaikumsalam.” Ia tersenyum malu-malu. Help me...
“Abis kuliah?”
“i, iya,” sahut Rahyan kikuk. Tak berani menatap langsung ke dalam mata bening Kak Dinar. Ia menunduk, menjatuhkan tatapannya ke lantai teras laboratorium di lantai dua. Apa yang harus ia lakukan? Rasanya seperti maling tertangkap. Merasa bersalah? Huft...
“Kamu apa kabar?”
“Baik Kak.”
“Sykurlah. Kirain kamu abis sakit karena gak pernah lagi nongol di mentoring.”
Tembakan tepat sasaran. Rahyan membisu. Tidak tahu harus memilih alasan dan jalan berkelit yang mana.
“Syahnaz udah cerita kok,” ucap Kak Dinar sembari tersenyum hangat. Tidak ada riak kemarahan di sana.
“Gak apa-apa.”
“Hukuman untuk saya apa kak?” tanya Rahyan takut-takut.
“Hukuman? Lho, kenapa musti dihukum?”
“Karena saya mangkir ikut mentoring.”
“Emang kamu pengen dihukum apa?”
Deg. Bibir Rahyan kelu. Pengen dihukum?
Ia melihat senyum Kak Dinar. Tenang sekali.
“Kamu kan gak salah apa-apa jadi gak perlu dihukum kecuali kamu pengen menghukum diri sendiri. Kak Dinar tunggu ya di mentoring besok ya, kalo kamu gak datang Kak Dinar tunggu pekan depannya lagi...”
Kak dinar memeluknya dan hendak pergi namun mendadak langkahnya terhenti.
“Saya penasaran sama satu hal. Kata Syahnaz kamu gak suka mentoring. Kenapa? Karena apa? Gak apa-apa, Kak Dinar gak doyan daging manusia kok. Jangan takut. Bagian mana dari mentoring yang membuatmu emoh ikut?”
Syaraf tawa rahyan mendadak macet. Kacau nih.
...karena ia malas ikut mentoring. Karena rasanya lebih enakan nge-tam di kamar ketimbang duduk ngantuk selama dua jam menerima ceramah kakak mentor, karena ia tidak tertarik sama sekali dengan mentoring atau apapun sebutannya. Karena mentoring bukan sesuatu yang menarik... karena... karena..
Rahyan ingin sekali mengeluarkan seribu alasan yang ia punya untuk pertanyaan Kak Dinar namun kenyataannya mulutnya seolah terkunci rapat.
“Rahyan?” Kak Dinar menyentuh bahunya hangat.
“Kalau kamu gak suka seharusnya kamu gak menyimpan dalam hatimu, gak baik buat kesehatan lho dek... tanpa kamu bilang pun kakak udah tahu alasan-alasan yang gak bisa kamu keluarkan itu. Karena itu Kak Dinar keliling nyariin kamu buat minta maaf jika selama ini ternyata Kak Dinar bikin kamu gak nyaman dan merasa terganggu. Sungguh, gak ada niat sedikitpun membuatmu jengkel. Yang penting kamu ketahui, terlepas dari kegiatan mentoring baik saya maupun mentor-mentor lainnya hanya ingin dekat dengan kalian, Kak Dinar pengen banget akrab dengan kamu, inginnya setelah mentoring kita masih tetap bisa deket. Tapi kalau itu justru membuatmu marah, Kak Dinar hanya bisa minta maaf. Sulit ya jalin silaturrahim dengan kakak? Atau cara Kak Dinar yang keliru?”
Rahyan benar-benar kehilangan kata-katanya.
“Kamu tahu gak bedanya orang yang bener-bener buta dan orang yang tanpa sadar sengaja membutakan diri? Jangan sampe kita keliru menempatkan diri sayang...”
Rahyan menghela napas. Apa yang salah ya?
Aku di golongan mana? Rahyan membatin. Tak menyadari Kak Dinar sudah berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^