Sabtu, 14 Januari 2012

[Sebuah Percakapan] Dialog Dua

DIALOG DUA
Hy, apa kabar?  
Kau datang?
Ya. Ini aku. Lama tak bertemu.
Sibuk?
Begitulah.
Ada apa lagi sekarang?
Ah. Kau sepertinya sedang bosan denganku.
Tidak.
Nada bicaramu seolah-olah kau enggan meladeniku. Sedang dalam mood yang buruk kah?
Tidak juga.
Lalu?
Hmmm... kita jangan bertele-tele. Kepalaku pusing.
Sebenarnya apa yang sedang kita bicarakan saat ini? Tentang aku atau tentang kamu atau tentang kita?
Kau ingin kita membahas tentang siapa?
Aku.
Baiklah. Mulailah bercerita. Aku akan mendengarkan....
Aku ingin memulai.
Bukankah kau sedang memulai?
Maksudku memulai sesuatu.
Apa?
Hidupku.
Ada apa dengan hidupmu? Kelihatannya baik-baik saja? Apa yang sudah berakhir dan apa yang perlu dimulai?
Banyak yang telah berakhir dari hidupku. Masa depanku. Aku membuangnya entah di jalan yang mana. Aku ingin memungutnya kembali. Membenahinya.
Kau menyesali sesuatu?
Apalagi namanya selain menyesal?
Ah. Manusia...
Apakah kau ingin menyarankan sesuatu? Aku butuh saran.
Kau tak perlu meminta saran pada orang lain. Cukup kau tahu apa yang ingin kau lakukan dan apa tujuan hidupmu. Harusnya setelah tahu itu kau sudah bisa menentukan apa yang perlu kau benahi. Orang lain tidak tahu apa yang sedang kau hadapi makanya mereka hanya mampu memberimu saran abu-abu. Sekali lagi kau tidak terlalu butuh itu. Kau butuh dirimu sendiri untuk keluar dari labirin kemacetan otak dan pikiran. Sekarang, masalah terberatmu apa?
Masalah terberat?
Ya. Yang membuatmu sulit bernapas.
Aku cemburu.
Pada?
Semuanya.
Semuanya? Itu tidak jelas. Kau cemburu pada apa dan mengapa kau ingin mencemburui itu? Kau terbiasa mengatakan semuanya. Padahal akan lebih baik kalau kau tahu dengan jelas, satu persatu apa yang menjadi titik inti masalahmu, sayangku...
Aku cemburu. Cemburu mengapa orang lain bisa dan aku tidak bisa.
Karena kau tak cukup berusaha. Sederhana saja, bukan?
Aku cemburu mengapa orang lain penuh dengan keberhasilan dan aku selalu biasa-biasa saja.
Karena kau cenderung membiarkan hidupmu di jalur yang biasa-biasa saja.
Lalu apa yang mesti aku lakukan?
Berdoa.
Itu saja?
Ya. Kau melupakan itu. Usahamu sia-sia belaka sebab saat kau mengusahakan sesuatu kau tak cukup percaya Allah ada di semua lini, entah nanti usahamu sukses atau gagal, kau seharusnya melibatkan Allah Sang Pemilik Dzat yang hidup dan yang mati.
Kau melupakan banyak hal makanya kau biasa-biasa saja. Kau membuang semua kebiasaan yang mendatangkan kebaikan dan menukarnya dengan sesuatu yang mendatangkan kemalasan. Kau tidak sadar?
...
Bangun pagi.
Memakan makanan yang sehat dan teratur.
Istirahat yang cukup.
Tidur di malam hari tepat waktu.
Dan yang lebih utama dari semua itu adalah... kau melupakan Tuhan.
Sebelum kau memulai sesuatu maka mulailah terlebih dahulu membersihkan hatimu dari beraneka macam kekerdilan. Bersihkan hatimu. Bagaimana mungkin kebaikan akan datang padamu jika kau tak membuka sebuah tempat yang lapang di hatimu untuk ditempati hal-hal yang baik. Berhentilah mencurigai dirimu sendiri bahwa kau tak cukup layak dan cerdas untuk diakui. Lalu ikhlaslah...
Kau paham sekarang?
Terimakasih. Kau selalu berhasil menenangkanku.
Itu karena kau. Aku seperti ini karena dirimu. Bersemangatlah... sering-seringlah mengunjungiku. Kau hanya datang saat sendu dan membutuhkan sedikit gerimis di ranah hatimu. Itu sangat tak adil untukku.
Maafkan aku.
Tanpa kau meminta maaf pun, aku sudah memaafkanmu. Coba kau pikir, adakah orang seperti aku disekitarmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^