Kamis, 06 Desember 2012

Mencintai Hingga Luka, Adakah?

Alkisah...

Ada seorang lelaki baik, dari keluarga baik-baik, penyabar, dan sederet sifat yang berujung pada kata baik. Lelaki ini bersedia mengorbankan waktu dan hatinya demi menunggumu. Tak peduli kau kerap tidak mengacuhkannya bahkan kau telah terbiasa tak mengingatnya meski sebatas bertukar kabar. Dia memastikannya padamu bahwa ia tidak akan beranjak dari tempatnya berdiri hingga kata siap meluncur dari bibirmu. Dia lelaki baik itu...

Di masa lampau ketika separuh usia kalian masih dikategorikan remaja, usia belia yang menawarkan banyak warna-warni. Kala itu kau belum mengerti apa-apa tentang apa itu cinta, apa itu menyayangi, apa itu menyukai, lelaki ini menawarkan atau meminta sebuah posisi padamu. Sebagai kekasihmu, bolehkah? Begitu bunyi tanyanya. Kamu yang terlanjur menganggapnya sahabat kemudian mengangguk, sebuah jawaban yang kemudian disusul sederet persyaratan.

"Nggak boleh pegangan tangan." Dia mengangguk.

"Nggak boleh sering ketemuan."
Tidak masalah, katanya. Karena rumah kalian terletak berjauhan dan kalian sama-sama anak rumahan yang tidak suka berkeliaran jika tidak ada hal-hal penting yang kalian kerjakan di luar rumah.

Dan syarat-syarat lainnya yang kamu tulis pada selembar kertas diary berbau harum. Dia menyetujui semuanya. Dia, lelaki yang sebelumnya tidak pernah berkenalan dengan satu kata itu, kekasih serta kamu yang sudah beberapa kali jatuh hati dan beberapa kali pula patah hati, sepakat melakoni sebuah jalan yang dikalangan seusia kalian dianggap biasa...

Kamu, perempuan yang telah terbiasa memangku luka tidak seperti perempuan kebanyakan. Kaku, pendiam, keras kepala, bukan seorang kekasih yang baik. Tapi dia memaklumi. Kamu pernah terluka sangat dalam oleh seseorang, kamu yang ditempa keras oleh lingkungan menjadikanmu susah bersikap ramah. Dia menerima itu semua. Lelaki baik itu...

Berbulan-bulan kemudian...

Kalian beranjak dewasa. Dua puluhan yang pelan-pelan mengubah pola pikir.

Apakah kamu menyukainya? Benar-benar menyukainya?

Kamu hanya menganggapnya sahabat, tidak ingin melukainya, sebab itulah kamu menerimanya dulu. Benarkah seperti itu?

Pertanyaan demi pertanyaan bernada ragu meluncur dari alam pikirmu.

Dia, lelaki baik itu... Satu-satunya lelaki yang kamu undang ke rumahmu. Bertemu ayah-ibumu. Dia, lelaki pertama yang datang menghadap pada ayahmu demi meminta izin agar bisa membawamu keluar, ke rumahnya bertemu kedua orangtuanya. Dia, satu-satunya lelaki selain ayahmu yang mengajarimu mengendarai sepeda motor saat pelulusan sekolah putih abu-abu. Dia, lelaki yang pernah mengisi sebagian lembaran diary remajamu.
 Kamu yang tidak pernah nyaman bersisian dengan laki-laki, tidak merasakan itu ketika berada di sampingnya.

Kamu memutuskan keluar dari jalan itu. Ada sebuah jalan baru yang kamu pilih, jalan yang kamu anggap sebagai jalan keluar. Melalui jalan baru tersebut, kamu seperti mendapat pencerahan bahwa apa yang telah kamu lewati bersama dia bukanlah sebuah pilihan yang benar.

Dia terluka, lelaki baik itu menangis... Hancur.

Kamu tidak berhenti atau berbalik arah untuk merangkul kata maaf untuknya. Tekadmu sudah bulat, ada cinta yang lebih hakiki, lebih menjanjikan, lebih menenangkan dibanding cinta manapun di kolong langit ini.

Bertahun-tahun terlewati, kamu pikir dia sudah melupakan dan membuang namamu dari ingatannya. Nyatanya tidak. 

Dia bilang akan menunggumu...

Kamu bilang tidak akan ada yang berubah, kamu tetap sama seperti saat mengambil pilihan pisah. 
Ya... kalian berbeda. Sangat berbeda, dari segi prinsip, sudut pandang, mimpi-mimpi masa depan, ah... banyak sekali. Kamu menyadari itu.

"Aku merindukan sosok seorang perempuan tangguh hadir di dalam diriku. Perempuan yang akan menemani seorang pejuang di jalan Allah, perempuan yang akan melahirkan anak-anak hebat soleh dan solehah, perempuan seperti Siti Khadijah." Kamu mengulang-ulang kalimat itu dalam hati.

Dia, lelaki baik itu tetap menunggui kamu yang juga tetap berusaha istiqamah di jalan yang sudah kamu pilih.

Ini bukan roman mencintai hingga luka, sebab bagimu tidak ada cinta yang akan melukai bila didasari cinta karena Allah... 

Doamu, Allah pasti akan menunjukkan jalan terbaik. Bukan baik di matamu tetapi baik di mata Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^