Rabu, 05 Desember 2012

INI KISAH TENTANGMU (LELAKI BERWAJAH MENYENANGKAN)*



Oleh : Nafilah Nurdin
Hari ini kulepaskan kau dari hatiku. Di antara helai-helai tipis mendung langit Desember yang basah. Di penghujung tahun yang sembab. Tahukah kau? Rintik bulir-bulir hujan yang menimpa atap kamarku, seumpama lagu klasik dari kotak musik yang tak pernah ku miliki. Hanya denting nadanya yang selalu nampak tergopoh-gopoh menyongsongku dengan selongsong cerita tentangmu bila musim bernama hujan itu tiba. Menyisir setiap inci kenangan yang masih berdenyut walau tak sesemarak dahulu. Ini memang tentangmu. Segalanya. Setidaknya untuk hari ini, setelah berhari-hari… ah, bukan. Aku butuh bertahun-tahun untuk sadar bahwa harus ada yang selekas mungkin kusingkirkan dari pekarangan hatiku. Agar ketika hujan turun, Aku bisa bernafas lega. Harus ada yang tamat tanpa ada bagian ke-2, ke-3 atau lebih gilanya bahkan sampai bagian ke-7! Jelas ini bukan episode sinetron. Ini episode kita, episode yang harus kita karamkan di lautan bening bernama keikhlasan. Bukan kau, tetapi aku. Dan hujan kemudian tak akan bisa lagi menjadi mimpi buruk bagi ingatanku.
Hari ini kulepaskan kau dari hatiku.
Apakah kau akan percaya jika kubilang luka ini sudah tak perih lagi seperti saat pertama kali kau titipkan dengan sengaja padaku tempo hari? Aku berani dikirim ke gurun sahara sekalipun untuk membuktikan padamu juga pada dunia bahwa periode luka-duka itu sudah permisi. Pergi bersama angin ke lembah-lembah tak bernama yang rumpun ilalangnya berwarna hijau pelangi. Jadi ini bukan lagi melulu tentang air mata.
Hari ini kulepaskan kau dari hatiku.
Waktu yang berjalan di sisiku, yang menabung rahasiaku, tahu benar bagaimana dahulu aku berpolah seperti kehilangan rembulan di lorong-lorong pengap manakala kau bertandang ke rumahku bersama badik pengkhianatan. Kau tikamkan pelan-pelan sambil menyunggingkan senyum termanismu. Senyum badutmu yang telah membuatku menjatuhkan hatiku berkali-kali. Cinta pertama di usia belia. Cinta yang membuatku jungkir balik. Cinta yang kerap menghadirkan semburat merah muda di kedua belah pipiku. Itulah yang kupanggil cinta, debaran aneh yang mencuri ritme jantungku. Kepadamu. Lelaki pemilik wajah menyenangkan. Kau lihat? Sekarang aku sedang tersenyum meski tak semanis senyum badutmu,  Senyum racikan waktu. Sebab, waktu yang senantiasa berdetak di sisiku juga menuliskan bagaimana aku merangkum perih, membacanya dengan seksama dalam lembar-lembar pembelajaran. Kadangkala, ada yang harus terjatuh dulu untuk menyadari bahwa jalur yang ditempuhnya keliru. Itu aku. Dan kau jembatan tempatku terperosok kemudian bangun. Kau yang mengantarku kembali.
Hari ini kulepaskan kau dari hatiku, tanpa harus kusisipi tanya mengapa dulu kau harus melukaiku? Padahal aku menyukaimu dengan segala penerimaan. Aku memang sudah tak perlu menggugat tanya. Karena selepas kau melenggang pergi, lukaku menuntunku dengan tabah.  Aku berpikir, inilah saatnya kubeberkan padamu perihal apa yang kusebut terima-kasih. Hari ini kulepaskan kau dari hatiku bersama bingkisan terima kasih. Untuk apa? Untuk cinta dan luka yang kau berikan. Karena darinya aku terbangun dari kerumunan khilaf. Karenamu, aku berhasil melewati lorong-lorong pengap tanpa rembulan melainkan matahari di tanganku. Dan tahukah kau, apa yang paling berharga yang telah kau wariskan padaku tanpa kau sadari? Adalah sebuah rute indah menuju tanah lapang. Menuju sebuah cinta yang maha dahsyat. Menuju pemilik cinta yang sebenar-benarnya wajib dicintai melebihi tarikan nafas kita. Dia yang tiada pernah menyakiti apalagi membuncahkan luka berkarat. Kecuali ketenangan yang melegakan. Aku sedang menyusuri jalan ke sana (doakan aku ya).
Hari ini kulepaskan kau dari hatiku. Lelaki berwajah menyenangkan. Pemilik senyum badut. Adam yang telah mengajariku menulis diary sebagai cikal bakal impianku. Kau pula yang sudah menyadarkanku bahwa tengah malam adalah ruang yang nyaman untuk berbincang dengan hati. Dan hari ini kulepaskan kau dari hatiku. Juga perihal luka dan cinta itu. Terima kasih karena dirimu, kutemui diriku dalam dimensi berbeda. Bersama cinta yang kumaknai hakiki ini, Allah. Dialah muara segala rindu. Bukankah tak ada yang diciptakan sia-sia di dunia ini? Kecuali jika ada yang berpikir dirinya bukan anugerah terindah. Aku sudah berdamai dengan hujan. Dan aku sudah memaafkanmu. 

*Dimuat dalam antologi KKDH (Kulepaskan Kau Dari Hatiku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^