Niat akan menjadi hasil akhir sesuatu yang kita kerjakan. Sederhana tapi tidak sesederhana yang terlihat. Lho. Iya. Contohnya saya. Saya mulai tertarik menulis saat duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Boleh curhat dikit? Boleh. Orang aneh, bikin pertanyaan jawab sendiri. Lanjuuuttt gan...!
Kala itu (berasa lagi membaca dongeng), saya yang ngakunya hobi baca cerita non fiksi dan hobi nonton secara tidak sengaja selalu berkata dalam hati bahwa suatu saat nanti saya akan menjadi penulis dan menulis buanyak cerita seperti penulis yang saya baca karyanya. Saya bersyukur meskipun saya tinggal di tempat yang sarana bacaannya masih sangat kurang, saya tidak lantas kekurangan bahan bacaan. Mulai dari novel era 70-an hingga taon modern, majalah yang taon terbitnya lebih tua ketimbang usia saya, pokoknya fasilitas bacaan saya waktu itu lumayan untuk ukuran anak-anak abege pedesaan (ceileeehh, emang sekarang udah tua ya neng?). Jadi referensi saya buanyak dong untuk menyokong minat plus niat terpendam saya sebagai calon penulis (dimohon dengan hormat agar jangan ada yang pingsan akibat kelebay-an saya). *Tenks to Almarhumah Nenek Raha tersayang yang sudah merelakan koleksi perpustaakan pribadinya saya bongkar sana-sini.
Niat sudah ada. Aman. Lalu?
Korban-korban pun berjatuhan. Maaf, ini bukan epik peperangan. Ini cerita saya *plak. Iya. Karena saya tidak punya kompi dan mesin ketik saya melarikan ide-ide liar di dalam batok kepala pada buku catatan pelajaran saya. Malangnya saya ini doyan bener nulis tapi nanggung menyelesaikan secara tuntas apa yang saya tulis, kata lainnya mentok sana-sini. Jadi? Srat sret srat sret. Apaan tuh? Kalau menulis dan mendadak kurang sreg dengan apa yang saya tulis saya tanpa tedeng aling-aling merobek lembar buku pelajaran saya tersebut. *tenks to ibukku yang sejak dini paham jika anaknya bener-bener pengen jadi penulis. Beliau diam saja melihat gumpalan kertas berjubel di kamar saya.
Hoaaammm...
Ngantuk ya denger cerita saya? Jangan tidur dulu, ini baru Chapter 1 lhooo... hahaha
Apa hubungan cerita masa lalu saya dengan judul tulisan di atas? (ini bukan sinet ya sodara-sodara). Ada.
Hubungannya adalah niat.
Ribet ah.
Gak kok.
Niat alias tekad (d bukan t) yang kuat menjadikan saya puol oleh semangka eh semangat ding. Memasuki bangku kuliah (masih terhitung agebe gak nih?), saya lebih bergiat lagi menyusur segala kemungkinan yang bisa mewujudkan keinginan saya, menjadi penulis dan punya karya terpublikasikan ke seantero jagad (lagi-lagi d bukan t). Salah satu jalur pembuka mimpi saya adalah Internet (bukan Indomie telur kornet yeeee) yaitu Facebook. Yup! Di Facebook kemungkinan itu kemudian menjadi nyata. Yang dulunya saya hanya tahu nama doang penulis-penulis yang karyanya saya lahap (nasi kali neng), gara-gara Facebook saya bisa berkenalan langsung bahkan berinteraksi walaupun hanya dalam area dunianya maya. Apa kabar mimpi saya?
Masih hidup dan bermetamorfosis.
Jadi kupu-kupu cantik?
Lebih dari itu. Karya saya benar-benar terpublikasikan! Manis kan? Alhamdulillah ya... (bukan Syahrini).
Dua naskah saya lolos Antologi di tahun 2010. Saya seperti bermimpi. Dan makin terbuka lah jalan bagi saya. Selain itu saya juga turut merasakan bakat saya semakin terasah dengan seringnya mengikuti kompetisi kepenulisan (kalau saya boleh menyebutnya demikian). Di tahun 2011, tiga Antologi cerpen dan FF (Flash Fiction) saya terbit dan saya juga sukses nembus majalah remaja. alhamdulillah betapa tak terperi bahagianya saya.
Hepi endingkah dengan mimpi saya?
Belum selesai.
Tadi kan masih yang indah-indahnya nih, sekarang kita memasuki dunia gelap *muter efek horor.
Nah lho.
Ini ibarat grafik. Ada bagian minimum, optimum dan maksimum. Saat ini saya sedang berada di titik maksimum. Batas optimum maksimal saya sudah lewat dan ini agak mengkhawatirkan. Kenapa? Saya menerjemahkan titik maksimum sebagai titik jenuh. Ide rajin betul mentok dan buntu. Apakah karena saya sudah cukup puas dengan apa yang saya raih? Tentu saja belum. Saya belum menerbitkan Novel solitaire saya. Gak seru atuh kalo cuman berhenti di garis sono. Lalu apa masalahnya?
Ndilalah... setelah menengok ke belakang saya nyadar kalo ganjalan paling fatal adalah karena niat awal saya sebagai penulis telah melenceng-sangat melenceng. Memangnya tidak boleh? Tidak boleh! Niat akan mengubah total rute sebelumnya. Coba saja mengkhianati niat awal maka jangan kaget bila niat balik mengkhianati. Ngeri ya? Iya. Bergesernya niat awal saya rupanya berbanding lurus dengan semangat saya.
Dan jika saya pikir lebih dalam lagi, di titik ini saya menemukan lebih banyak lagi kesalahan fatal akibat berubahnya niat saya dalam mengerjakan sesuatu. Imbasnya hidup saya cakadut.
Luar biasa hebatnya sebuah niat, ya?
Warning!
Yuk, merenovasi niat kita biar arah langkah hati, pikiran dan kaki tidak kesasar ke sana-ke mari... ntar dikira pengembara antah berantah.
Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bisa bermanfaat bagi saudaranya yang lain.
Rumah Angin, 12 Desember 2011. Pukul 00.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan ini,.. ^^